kegiatan

Sejarah Pondok Pesantren Attanwir Sebagai Pendidikan Agama Islam di Bojonegoro

MUCHAMAD TRI SANTOSO, S.Pd

ABSTRAK
Islam adalah agama yang besar dari timur tengah, sebelum islam datang masyarakat nusantara khususnya jawa memeluk agama hindhu dan budha. Islam masuk ke nusantara melalui berbagai cara salah satunya dibawa pedagang timur tengah ke nusantara.
Teori-teori yang membahas mengenai kedatangan islam antara lain teori gujarat, teori persia dan lain sebagainya. Jawa adalah pulau yang strategis dan memiliki hasil bumi yang melimpah. Perdagangan timur tengah menyampaikan ajaran kepada pembeli dan sesama pedangang lainnya. Jalur penyembaran islam dijawa memiliki beberapa macam bentuk dan cara, dari pernikahan, pendidikan, perdagangan, politik, seni dan tasawuf.
Jawa bagian timur tidak jauh beda mendapat pengaruh islam pada saat itu, jawa yang pertama kali mengenal islam adalah pesisir utara yang mana masyarakatnya lebih terbuka terhadap hal baru. Bojonegoro adalah wilayah jawa timur bagian utara laut jawa yang memiliki karakter terbuka terhadap hal baru.
Islamisasi di bojonegoro tidak lepas dari daerah tuban yang mana antara dua daerah ini memiliki ikatan budaya dan geografis yang dekat. Daerah yang dilewati bengawan solo ini mendapat islamisasi dengan berbagai cara, namun cara yang paling menonjol dengan cara pendidikan dan seni. Seni tergambar dengan wayan tengul yang mana ceritanya berisi mengenai nasehat kehidupan dan kewajiban manusia kepada tuhannya.
Pendidikan sangat terlihat ketika banyak berdiri pondok pesantren yang berada di bojonegoro, perlu dipahami pondok mulai muncul ketika masyarakat sudah mengenal islam terlebih dahulu. Namun pada awalnya lebih cenderung mengunakan seni sebagai daya tarik masyrakat terhadap islam itu sendiri.
Bukan berarti dengan pendidikan unsur seni tidak terlihat, seni tetap dipakai sebagai sarana untuk memahami dan mendalami ajaran. Pujian atau lagu religi sebelum dilaksanakan solat dan nada kiai ketika membaca kitab kuning dengan nada jawa yang tidak asing ditelinga masyarakat sekitar.
Kata Kunci : Pondok Pesantren, Islamisasi, Desa Talun Bojonegoro
Latar Belakang
Islam masuk daerah bojonegoro dengan berbagai cara sehingga dalam setiap daerah memiliki perbedaan tradisi bahkan pandangan. Hal ini bisa ditarik garik kebelakang bahwa cara penyebaran mempengaruhi cara pandangang dan budaya masyarakat sekitar.
Islam adalah agama yang membawa hal yang baru dalam tatanan masyarakat jawa khususnya bojonegoro. Konsep agama sebelum islam yaitu hindhu memakai kasta dan memiliki ritual yang bertingkat, islam datang membawa kepraktisan untuk pengikutnya. Faktor kepraktisan dan kelembutan islam dalam menerapkan dan menjalankan agama menjadi faktor utama banyaknya masyarakat yang mengikutinya.
Seni dan pendidikan menjadi faktor yang paling kelihatan ketika berbicara penyebaran islam di daerah bojonegoro. Ketika membicarakan bojonegoro sekali lagi haruslah melihat daerah tuban karena kedua daerah ini memiliki ikatan yang erat.
Sunan Bonang adalah ulama yang masuk dalam wali songo, selain sunan bonang daerah tuban dan bojonegoro memiliki sunan yang cukup asing akan tetapi familiar dalam masyarakat sekitar. Sunan Bejangung, Asmoro Qondi dan sunan-sunan didaerah tersebut hal ini membuktikan bahwa ada keterkaitan erat ketika tuban memasuki islamisasi maka secara otomatis wilayah bojonegoro mendapat pengaruh yang sama.
Desa talun secara adminitrasi masuk pada kecamatan sumberjo kabupaten bojonegoro. Desa talun sebelum memasuki masa islamisasi masyarakatnya banyak memeluk ajaran kejawen. Ketika memasuki preodesasi islam bertepatan dengan zaman demak sampai mataram islam daerah ini mendapat islamisasi secara politik, yaitu ketika penguasa islam maka rakyatnya mengikuti penguasa dalam hal kepercayaan.
Sejalan dengan waktu maka para sunan dan ulama menyebarkan dengan seni jawa untuk memikat masyarakat terhadap islam. Namun cara ini membuat masyarakat sekitar kurang paham akan agama, sehingga melaukan kebaikan dan kewajiban tetapi juga melakukan perbuatan yang dilarang. Hal ini bisa dimaklumi karena ulama pada saat itu mementingkan kuantitas bukan kualtias dalam hal penyebaran, karena untuk tidak terjadi pertentangan dan sock culture and religius dalam masyarakat.
Pendidikan baru sekitar awal abad 20an menyentuh daerah talun ini, oleh Kiai Soleh dengan mendirikan pondok pesantren. Talun berubah sedikit demi sedikit dengan pemikiran Kiai Soleh yang membawa perubahan dan kemajuan dalam soal pemahaman agama dengan tetap memegang teguh budaya-budaya tetapi tidak menyalahi aturan agama. Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran untuk umat islam. Metode pengajaran pada umumnya dipesantren mengunakan Sorogan, yaitu kiai membacakan materi dan maknanya kemudian santri menuliskannya (Prasojo, 1982:6).
Islamisasi dengan pendidikan memiliki keunggulan dan ciri khas yang berbeda bagi masyarakat sekitar. Dengan uraian yang diatas maka penulis ingin membahas mengenai pondok pesantren sebagai proses islamisasi di bojonegoro khususnya desa talun dengan judul “Pondok Pesantren Attanwir Sebagai Sarana Islamisasi Dan Pendidikan Di Desa Talun Kabupaten Bojonegoro”.
Gambaran Umum Pondok Pesantren
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang menekankan pada pengetahuan dan perkembangan agama islam. Pondok pesantren tidak asing bagi kalangan masyarakat karena sebelum adanya pendidikan formal yang sekarang ini.
Pondok pesantren menurut kamus bahas besar Indonesia adalah madrasah dan asrama (tempat ngaji, belajar agama islam). Pendidikan Agama dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah religion education, yang diartikan sebagai suatu kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan orang beragama. “Pendidikan agama tidak cukup hanya memberikan pengetahuan tentang agama saja, tetapi lebih ditekankan pada feeling attituted, personal ideals, aktivitas kepercayaan” (Ramayulis, 2003 : 3).
Di zaman sekarang pondok pesantren bukan hanya lembaga pendidikan tradisional yang hanya mengkaji ilmu agama akan tetapi juga mengkaji pengetahuan umum dan mengunakan kaloborasi gaya pendidikan yang modern dan tradisional didalamnya.
Tetapi ada juga yang pondok pesantren yang mengunakan model pembelajaran modern untuk menyajikan pendidikan agama dan pengetahuan umum. Pondok pesantren yang moderat tentulah mengambil jalan tengah dimana mengutamakan kedua pengajian ilmu tersebut karena agama membentengi dalam kehidupan.
Menurut Gulen ulama turki dalam buku Zulfahmi (2014 : 65) mengatakan “korelasi antara agama dan sains dibutuhkan untuk mencegah kehancuran manusia”. Pondok pesantren di daerah bojonegoro salah satu yang besar dan mengkuti perkembangan pengetahuan adalah Pondok Pesantren Attanwir Talun Bojonegoro. Ponpes ini mengunakan 2 sistem pembelajaran sistem pondok dan sistem sekolah formal seperti umumnya.
Kiai Sholeh Pendiri PonPes Attanwir
Berdasarkan sejarah bahwa lahirnya pondok pesantren dimulai adanya kyai.oleh karena itu dalam penyusunan sejarah singkat pondok pesantren At tanwir,  tidak bisa dipisahkan dengan pendirinya, yakni KH. M. Sholeh. Sejarah singkat pendiri : 20 Februari 1902, di desa talun lahirlah seorang laki-laki dari pasangan suami Istri (Sarqowi bin Syuro- kuning) anak tersebut diberi nama Muhammad Sholeh, dengan nama itu diharapkan semoga akhirnya menjadi orang yang sholeh, berbakti kepada orang tua dan berguna bagi masyarakat dan agama.
Pada usia 10 thn, anak Sholeh diminta oleh pamannya bernama H. Idris untuk di asuh sekaligus sebagai anak angkatnya, karena H. Idris tidak mempunyai anak, maka sejak itu anak Sholeh menjadi anak angkatnya dan mulai belajar membaca Al-Quran.
Pada tahun 1914 dia belajar kepada Kyai Umar di Sumberrejo Bojonegoro. Pada tahun 1915 meneruskan belajar kepada Kyai Basyir dan Kyai Abu Dzarrin di Pondok Pesantren Kendal Dander Bojonegoro
Pada tahun 1916 meneruskan belajar di Madrasatul Ulum di kota Bojonegoro (di Komplek Masjid Besar) selama empat tahun, juga pernah belajar pada KH. Kolil dibangkalan Madura. Pada tahun 1921-1927 belajar pada KH. Faqih bin KH. Abdul Djabbar di Pondok Pesantren Maskumambang Dukun, Gresik.
Pada 1923, masih dalam belajar di Pondok Maskumambang dia menunaikan ibadah haji pertama. Sepulang dari ibadah haji meneruskan kembali belajar di Pondok Maskumambang. Pada pertengahan tahun 1924 H. H. Sholeh diambil menantu oleh KH. Faqih dinikahkan dengan keponakannya sendiri bernama Rohimah binti KH. Ali.
Tahun 1927 pulang dari Ponpes Maskumambang kembali ke desa Talun di sertai istrinya Rohimah pada tanggal 20 Januari 1934 , ibu Rohimah wafat di Talun dan dimakamkan di Dukun Gresik kemudian H. Sholeh menikah lagi dengan Hj. Muhlisah (janda H. Mahbub ) ibunya H. Badawi Jombang.
Pada tahun 1933 setelah rumah tangga dan kehidupan keluarganya tertata , maka H.Sholeh mulai merintis kegiatan mengajar anak-anak dan bertempat di musholla atau langgar yang telah dipersiapkan oleh H.Idris sejak masih belajar di pondok Maskumambang. Pada tahun 1943 (zaman Jepang ) KH. Sholeh mengikuti Musyawaroh Besar Ulama` se Jawa di Jakarta.
Tahun 1946 (zaman Revolusi) KH. Sholeh terpilih menjadi Camat Sumberrejo, jabatan camat tersebut setelah 2 tahun beliau mohon berhenti dengan hormat dengan alasan “sangat berat meninggalkan kegiatanya sebagai guru dan Cabang Syuriah NU Bojonegoro”.  Tahun1976 beliau naik haji kedua bersama dengan ibu Hj. Muhlisah.  Tahun1992 beliau wafat meningalkan 2 orang putra dari ibu Rohimah: H. Sahal Sholeh dan Hj. Anisah.
Proses Islamisasi & Penentangan Kaum Abangan
Islamisasi tidaklah lepas dari sebuah pro dan kontra dalam masyarakat secara horizontal ataupun vertikal. Islamisasi oleh Kiai Sholeh melalui pendidikan, jalur pendidikan ini terlihat usaha merintis majelis yang mengkaji tentang agama islam.
Majelis ini dilaksanakan di masjid yang pada waktu itu muat kurang lebih 40 orang. Ponpes attanwir bukan secara instan berdirinya, tetapi melalui proses yang banyak batu sandungan. Kemajuan dan pertumbuhan ponses attanwir tidak lepas dari H. Idris yang memberikan semuanya untuk penyembaran islam kepada masyarakat talun dan sekitarnya serta membangun sedikit-sedikit komplek pondok untuk putra dan putri.
Kemajuan tempat belajar ilmu yang dirintis oleh Kiai Sholeh yang semakin besar dan besar, berdampak banyaknya masyarakat ikut belajar dalam ponpes attanwir. Semakin banyak masyarakat yang ingin memperdalam islam dengan belajar di pondok pesantren namun kesadaran ini datang dari luar desa talun.
Masyarakat talun yang pada saat itu banyak kaum abangan sedikit sekali setuju dengan adanya kelompok tersebut (ponpes) dan menerima islam. Kaum abangan di desa talun merupakan kelompok orang yang paham islam setengah-setengah, dengan maksud lain melakukan kewajiban secara asal-asalan tetapi juga melakukan keburukan yang dilarang.
Kemajuan dan perkemabangan semakin pesat ditandai dengan banyaknya orang yang menginginkan belajar agama islam dan beribadah. Kaum abangan yang menentang berawal dari kepala desa talun pada saat itu yang sering datang kepada Kiai Sholeh untuk berdebat. Bukanlah memperdalam agama atau mengenal agama tetapi untuk mematahkan semangat dan kedudukan Kiai Sholeh yang menyebarkan agama islam.
Berjalannya waktu dan setiap waktu debat dengan Kiai Sholeh kepala desa ini akhirnya sadar dan masuk islam serta ingin mendapat bimbingan dari Kiai Sholeh agar mengerti agama. Semakin banyaknya yang memeluk islam di talun dan sekitarnya maka semakin banyaknya santri yang menuntut ilmu kepada Kiai Sholeh.
Mushola yang tidak mampu menampung santri ini, akhirnya membuat kepala desa ini memberi kontrusi dalam pelebaran dan pembesaran berupa masjid, sedangkan mushola dijadikan tempat mengajar dan asrama santri putra.
Sejalan dengan perjalanan waktu, jumlah santri pun bertambah banyak, tidak hanya santri putra saja, santri putri pun jumlahnya semakin banyak dan diantaranya mereka ada yang datang dari luar desa/ daerah, maka terpaksa harus menyediakan kamar atau gotakan untuk tempat mereka.
Proses islamisasi ditalun tidaklah semulus yang dibayangkan, banyak masalah pertentangan akan tetapi pendekatan yang dilakukan oleh Kiai Sholeh tidak membuat menimbulkan konflik secara fisik. Kiai Sholeh memilih untuk berjuangan dengan dakwah tanpa memakai kekerasan, dan menerima siapapun yang ingin belajar termasuk yang ingin menayakan kebenaran agama islam.
Setelah Kiai Sholeh wafat generasi selanjutnya meneruskan dan mengembangkan hingga samapi sekarang menjadi pondok pesantren terbesar di Bojonegoro yang mengunakan metode pondok salafi dan modern dalam penerapan pembelajaran.
Dakwah yang dialakuakan generasi selanjutnya bukan menanamkan islam dalam hati masyarkata tetapi lebih memperkuat islam dalam hati masyarakat yang modern dan menghadapi zaman liberal yang susah dikontrol tanpa adanya iman dalam kaum islam.
Sistem Pendekatan Metodologis di Pondok Pesantren
Sistem pendekatan metodologis yang perlu mendapatkan perhatian dari para pendidik juga di pondok pesantren adalah bilamana didasarkan atas disiplin ilmu sosial sekurang-kurangnya meliputi:
1. Pendekatan Psikologis
Pendekatan ini tekanannya diutamakan pada dorongan yang bersifat persuasif dan motivatif, yaitu suatu dorongan yang mampu menggerakkan daya kognitif, konatif dan afektif.
2. Pendekatan Sosio-kultur
Pendekatan ini lebih ditekankan pada usaha pengembangan sikap pribadi dan sosial sesuai dengan tuntutan masyarakat yang berorientasi kepada kebutuhan hidup yang makin maju dalam berbudaya dan berperadapan.
3. Pendekatan Religik
Yakni suatu pendekatan yang membawa keyakinan (aqidah) dan keimanan dalam pribadi anak didik yang cenderung kearah komprehensif intensif dan ekstensif (mendalam dan meluas).
4. Pendekatan Historis
Ditekankan pada usaha pengembangan pengetahuan, sikap dan nilai keagamaan melalui proses kesejarahan.
5. Pendekatan Komparatif
Pendekatan yang dilakukan dengan membandingkan suatu gejala sosial keagamaan dengan hukum agama yang ditetapkan selaras dengan situasi dan zamannya.
6. Pendekatan Filosofis
Yaitu pendekatan yang berdasarkan tinjauan falsafah. Pendekatan demikian cenderung kepada usaha mencapai kebenaran dengan mamakai akan atau rasio.
Metode Penyampaian dalam Pengajaran Agama di Pondok Pesantren.
Dalam metode penyampaiannya ada beberapa pondok salafiyah yang masih menggunakan metode lama atau tradisional menurut kebiasaan-kebiasaan yang lama dipergunakan dalam institusi itu, metode-metode tersebut antara lain:
1. Sorogan
Yaitu suatu sistem belajar secara individual dimana seorang santri berhadapan dengan seorang guru, dengan sistem pengajaran secara sorogan ini memungkinkan hubungan Kiai dengan Santri sangat dekat, sebab Kiai dapat mengenal kemampuan pribadi santri secara satu persatu.
2. Bandungan
Sistem bandungan ini sering disebut dengan Halaqoh dimana dalam pengajaran, kitab yang dibaca oleh Kiai hanya satu, sedang para santri membawa kitab yang sama, lalu santri mendengarkan dan menyimak bacaan Kiai.
3. Weton
Istilah weton berasal dari bahasa jawa yang diartikan berkala atau berwaktu. Pengajian weton bukan merupakan pengajian rutin harian, tapi dilaksanakan pada saat tertentu misalnya pada setiap selesai sholat Jum’at dan sebagainya.
Sistem Pendidikan Tradisional dan Modern Di PonPes Attanwir
Pendidikan adalah suatu kewajiban bagi semua umat islam dari lahir sampai meninggal dunia. Pendidikan baling inti dari dimensi ruang adalah pendidikan keluarga dan pendidikan paling harus dimengerti dalam pandangan masyrakat yang beragama adalah ilmu agama islam dengan mendalam.
Pendidikan menurut Undang Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 Tentang Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Sistem yang diterapkan di attanwir yaitu menyatukan unsur tradisional dan modern. Modernisasi atau inovasi pendidikan pesantren dapat diartikan sebagai upaya untuk memecahkan masalah pendidikan pesantren. Atau dengan kata lain, inovasi pendidikan pesantren adalah suatu ide, barang, metode yang dirasakan atau diamati sebagai hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang , baik berupa hasil penemuan (invention) maupun discovery, yang digunakan untuk mencapai tujuan atau memecahkan masalah pendidikan pesantren.
Sistem pendekatan metodologis yang perlu mendapatkan perhatian dari para pendidik juga di pondok pesantren adalah bilamana didasarkan atas disiplin ilmu sosial sekurang-kurangnya meliputi: Pendekatan Psikologis, Pendekatan ini tekanannya diutamakan pada dorongan yang bersifat persuasif dan motivatif, yaitu suatu dorongan yang mampu menggerakkan daya kognitif, konatif dan afektif.
Pendekatan Sosio-kultur, Pendekatan ini lebih ditekankan pada usaha pengembangan sikap pribadi dan sosial sesuai dengan tuntutan masyarakat yang berorientasi kepada kebutuhan hidup yang makin maju dalam berbudaya dan berperadapan.
Pendekatan Religik, Yakni suatu pendekatan yang membawa keyakinan (aqidah) dan keimanan dalam pribadi anak didik yang cenderung kearah komprehensif intensif dan ekstensif (mendalam dan meluas).
Pendekatan Historis, Ditekankan pada usaha pengembangan pengetahuan, sikap dan nilai keagamaan melalui proses kesejarahan. Pendekatan Komparatif, Pendekatan yang dilakukan dengan membandingkan suatu gejala sosial keagamaan dengan hukum agama yang ditetapkan selaras dengan situasi dan zamannya. Pendekatan Filosofis, Yaitu pendekatan yang berdasarkan tinjauan falsafah. Pendekatan demikian cenderung kepada usaha mencapai kebenaran dengan mamakai akan atau rasio.
Modernisasi suatu lembaga biasanya tergambar dengan adanya lembaga sekolah formal yang melaksakan pembelajaran seperti sekolah formal akan tetapi mengunakan pendekatan atau metode inovatif yaitu anatara tradisional dan modern. Lembaga pendidikan berkembang di attanwir tetap memperlihatkan pendekatan pondok pesantren salafi, hal ini dikareankan metode inilah yang mampu memabangun karakter santri untuk mampu bersaing di dunia modern dengan tetap teguh mengamalkan ajaran agama. Lembaga formal dan non formal yang berada di attanwir, sebagai berikut:
1. PlayGroup
2. TamanKanak-Kanak(Raudlatul Athfal)
3. Madrasah Ibtidaiyah
4. Madrasah Tsanawiyah
5. Madrasah Aliyah
6. Sekolah Menengah Kejuruan
7. Sekolah Tinggi Agama Islam
8. Program Takhashush
9. Majlis Ta`lim Jumat Pagiuntuk bapak-bapak
10. Majlis Ta`lim Sabtu Malam untuk ibu-ibu
Kesimpulan
Islam masuk daerah bojonegoro dengan berbagai cara sehingga dalam setiap daerah memiliki perbedaan tradisi bahkan pandangan. Hal ini bisa ditarik garik kebelakang bahwa cara penyebaran mempengaruhi cara pandangang dan budaya masyarakat sekitar. Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang menekankan pada pengetahuan dan perkembangan agama islam. Pondok pesantren tidak asing bagi kalangan masyarakat karena sebelum adanya pendidikan formal yang sekarang ini.
Seni dan pendidikan menjadi faktor yang paling kelihatan ketika berbicara penyebaran islam di daerah bojonegoro. Ponpes attanwir adalah salah satu sarana pendidikan yang digunakan ulama di bojonegoro menyebarkan agama islam pada saat itu.
Sistem yang diterapkan di attanwir yaitu menyatukan unsur tradisional dan modern. Modernisasi atau inovasi pendidikan pesantren dapat diartikan sebagai upaya untuk memecahkan masalah pendidikan pesantren. Budaya dan pendidikan didaerah bojonegoro terbukti efektif untuk menyebarkan agama islam dan menanamkan nilai-nilai islam pada masyarakat yang pada umumnya kejawen.
Daftar Pustaka :
PP Attanwir. 2011. Sejarah Singkat Pendiri. Bojonegoro, (online), (http://attanwir.or.id/sejarah-singkat-pendiri.html), diakses 28 februari 2015
Prasojo, S. 1982. Profil Pesantren. Jakarta: LP3ES
Ramayulis. 2001. Metodologi Pengajaran Agama Islam, cet ketiga. Jakarta : Kalam Mulia
Undang Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 Tentang Pendidikan Nasional.
Zulfahmi. 2014. Fethullah Gulen : Sang Inspirator Gerakan Damai Masyarakat Sipil di Turki. Jakarta : UI – Press.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar